Tren pasar kaget dewasa ini semakin meningkat tajam, setajam silet *gaya feni rose, hampir di setiap daerah kita bisa menemukan pasar yang biasanya hanya beroperasi di hari hari tertentu itu saja. Mengapa di sebut pasar kaget? mungkin karena sifat dari pasar ini ngagetin, hari hari sebelumnya gak ada, tau tau besoknya udah ada, sim salabim abrakadabrak gubrak, kaget.
Pasar kaget di lapangan Gasibu mungkin adalah pasar kaget pertama dan terbesar di Bandung untuk saat ini. Perputaran uang di pasar kaget yang ada sejak awal tahun 2000 an ini termasuk yang sangat fantastis, kata sumber yang dapat dipercaya, bisa mencapai milyaran rupiah hanya untuk setengah hari saja *gubrak, kaget.
Pasar kaget Gasibu ini rupanya banyak menginspirasi orang untuk membangun pasar pasar kaget sejenis di daerahnya masing masing. Di sekitar tempat tinggal saya, tak kurang ada 3 titik lokasi pasar kaget yang selalu ramai dikunjungi setiap minggunya.
Naaaah, sebagai pecinta pasar kaget dan demi menambah panjang bahan ketikan di CV saya supaya sepanjang punya teman saya Deden Golok, saya bersama teman saya pun penasaran untuk merasakan kehingar bingaran berdagang di pasar yang tadinya diperuntukan untuk orang orang yang sedang berolahraga pagi itu.
Dengan berbekal makanan dan aksesories buatan sendiri, kami pun berangkat ke pasar kaget yang terletak tidak begitu jauh dari rumah, dengan tujuan untuk membuktikan bahwa besaran SPF di pelembab wajah saya itu benar benar ngaruh menangkal sinar ultraviolet yang ganas di siang hari bolong #eh salah, yang bener adalah untuk membuktikan bahwa berdagang di pasar kaget itu menyenangkan seuai dengan perkataan salah satu sumber kami yang terpercaya, tapi yang tadi juga bener sih, maklum pelembab wajah baru #aih pamer.
Pertama kali nangkring, kita harus tanya tanya dong sama pendahulu disana, gak bisa asal nangkring begitu saja, soalnya kalo “begitu saja“ mah lagunya Slank, tapi dasar apes, udah nanya tetep aja di semprot sama pemilik lapak belakang yang merasa terhalangi. Sabar .. sabar ..., kata pak ustad yang berjenggot panjang juga, orang sabar itu di sayang Tuhan, kami pun hanya bisa mengurut gigi, sabar, dan pindah tempat.
Akhirnya kami pun mendapatkan tempat, walaupun bukan di jalan utama yang ramai.
Baru beberapa menit melapak, datanglah dua orang yang dari penampilannya pastilah orang orang yang berpengaruh, pengaruh buruk ke kantong para pelapak. Mereka ini mengenakan jaket kulit embe, kacamata hitam ala punyanya Eric Estrada di filmnya “chips“, jeans lepis, sepatu bomis (beli rebo rusak kamis), rambut gondring keriting yang kayaknya belum di cuci selama satu bulan. Mereka berpenampilan begitu mungkin bertujuan untuk mengintimidasi para pelapak, dan ya saya terintimidasi haha. Mereka mengulurkan selembar kertas berwarna kuning yang bertuliskan retribusi kebersihan sebesar Rp. 5.000,-. Mari berhitung teman. Di asumsikan panjang jalan yang digunakan sebagai pasar kaget itu 1 km an, lebar lapak rata rata 2 meteran, jadi kira kira pasar kaget ini di tongkrongin oleh 500 pelapak, jadi bila di jumlah jamleh untuk setengah hari, orang orang bergaya preman itu (da emang preman) mendapatkan uang dua juta limaratus ribu rupiah, hanya dengan bermodalkan cetakan kertas yang kira kira senilai lima puluh ribuan *ngeces. Mangkanya banyak orang betah jadi preman yak.
Beberapa saat kemudian datang lagi seseorang berpakaian hansip, kali ini retribusi keamanan, sama sama liarnya, satu rebu saja (bahasa hansip ybs) tapi tetep aja ngeselin.
Berdasarkan cerita si ibu pelapak sebelah, dia biasanya di “paksa“ oleh sekumpulan pemuda pemudi berbaju merah putih *asa nama koalisi hihi* untuk membeli sebotol air mineral dengan harga tiga kali lipat dari harga aslinya dengan dalih untuk pembiayaan organisasi mereka *yang kayak gini termasuk kualifikasi japrem juga bukan ya?. Selain itu ada pula pungutan bulanan sebesar 10 ribu rupiah, bahasanya untuk sewa tempat, aih jalan punya siapa, bayar ke siapa. Bagi pelapak berskala besar tentu pungutan pungutan seperti itu tidak memberatkan, tapi bagi pelapak berskala kecil uang sebesar itu pasti sangat berarti, seperti arti mu bagi ku *heuheu.
Bila pemerintah daerah niat, pasar kaget seperti ini sebenarnya bisa dijadikan salah satu sektor untuk meningkatkan pendapatan kas daerah, ya dari pada meningkatkan pendapatan kas paksipakpak preman preman. Dengan pengelolaan yang baik, saya yakin, pasar kaget satu minggu sekali ini akan dapat menyenangkan semua pihak. Pasar kaget bisa di jadikan sebagai ajang wisata kuliner, wisata belanja, wisata cuci mata dan lain sebagainya.
Yaah begitulah kira kira pengalaman saya dan teman saya melapak di pasar kaget di kampung kami. Di satu sisi mengesalkan karena japrem yang gak kira kira, di sisi lain menyenangkan juga karena di sana saya bisa bertemu banyak orang dengan berbagai gaya, membuat saya teringat dengan chorus salah satu lagu milik Frente!,
Accidently Kelly Street
Where friends and strangers
sometimes meet
Accidently Kelly Street
I never thought life could be so
sweet
Sekian.
Pasar kaget di lapangan Gasibu mungkin adalah pasar kaget pertama dan terbesar di Bandung untuk saat ini. Perputaran uang di pasar kaget yang ada sejak awal tahun 2000 an ini termasuk yang sangat fantastis, kata sumber yang dapat dipercaya, bisa mencapai milyaran rupiah hanya untuk setengah hari saja *gubrak, kaget.
Pasar kaget Gasibu ini rupanya banyak menginspirasi orang untuk membangun pasar pasar kaget sejenis di daerahnya masing masing. Di sekitar tempat tinggal saya, tak kurang ada 3 titik lokasi pasar kaget yang selalu ramai dikunjungi setiap minggunya.
Naaaah, sebagai pecinta pasar kaget dan demi menambah panjang bahan ketikan di CV saya supaya sepanjang punya teman saya Deden Golok, saya bersama teman saya pun penasaran untuk merasakan kehingar bingaran berdagang di pasar yang tadinya diperuntukan untuk orang orang yang sedang berolahraga pagi itu.
Dengan berbekal makanan dan aksesories buatan sendiri, kami pun berangkat ke pasar kaget yang terletak tidak begitu jauh dari rumah, dengan tujuan untuk membuktikan bahwa besaran SPF di pelembab wajah saya itu benar benar ngaruh menangkal sinar ultraviolet yang ganas di siang hari bolong #eh salah, yang bener adalah untuk membuktikan bahwa berdagang di pasar kaget itu menyenangkan seuai dengan perkataan salah satu sumber kami yang terpercaya, tapi yang tadi juga bener sih, maklum pelembab wajah baru #aih pamer.
Pertama kali nangkring, kita harus tanya tanya dong sama pendahulu disana, gak bisa asal nangkring begitu saja, soalnya kalo “begitu saja“ mah lagunya Slank, tapi dasar apes, udah nanya tetep aja di semprot sama pemilik lapak belakang yang merasa terhalangi. Sabar .. sabar ..., kata pak ustad yang berjenggot panjang juga, orang sabar itu di sayang Tuhan, kami pun hanya bisa mengurut gigi, sabar, dan pindah tempat.
Akhirnya kami pun mendapatkan tempat, walaupun bukan di jalan utama yang ramai.
Baru beberapa menit melapak, datanglah dua orang yang dari penampilannya pastilah orang orang yang berpengaruh, pengaruh buruk ke kantong para pelapak. Mereka ini mengenakan jaket kulit embe, kacamata hitam ala punyanya Eric Estrada di filmnya “chips“, jeans lepis, sepatu bomis (beli rebo rusak kamis), rambut gondring keriting yang kayaknya belum di cuci selama satu bulan. Mereka berpenampilan begitu mungkin bertujuan untuk mengintimidasi para pelapak, dan ya saya terintimidasi haha. Mereka mengulurkan selembar kertas berwarna kuning yang bertuliskan retribusi kebersihan sebesar Rp. 5.000,-. Mari berhitung teman. Di asumsikan panjang jalan yang digunakan sebagai pasar kaget itu 1 km an, lebar lapak rata rata 2 meteran, jadi kira kira pasar kaget ini di tongkrongin oleh 500 pelapak, jadi bila di jumlah jamleh untuk setengah hari, orang orang bergaya preman itu (da emang preman) mendapatkan uang dua juta limaratus ribu rupiah, hanya dengan bermodalkan cetakan kertas yang kira kira senilai lima puluh ribuan *ngeces. Mangkanya banyak orang betah jadi preman yak.
Beberapa saat kemudian datang lagi seseorang berpakaian hansip, kali ini retribusi keamanan, sama sama liarnya, satu rebu saja (bahasa hansip ybs) tapi tetep aja ngeselin.
Berdasarkan cerita si ibu pelapak sebelah, dia biasanya di “paksa“ oleh sekumpulan pemuda pemudi berbaju merah putih *asa nama koalisi hihi* untuk membeli sebotol air mineral dengan harga tiga kali lipat dari harga aslinya dengan dalih untuk pembiayaan organisasi mereka *yang kayak gini termasuk kualifikasi japrem juga bukan ya?. Selain itu ada pula pungutan bulanan sebesar 10 ribu rupiah, bahasanya untuk sewa tempat, aih jalan punya siapa, bayar ke siapa. Bagi pelapak berskala besar tentu pungutan pungutan seperti itu tidak memberatkan, tapi bagi pelapak berskala kecil uang sebesar itu pasti sangat berarti, seperti arti mu bagi ku *heuheu.
Bila pemerintah daerah niat, pasar kaget seperti ini sebenarnya bisa dijadikan salah satu sektor untuk meningkatkan pendapatan kas daerah, ya dari pada meningkatkan pendapatan kas paksipakpak preman preman. Dengan pengelolaan yang baik, saya yakin, pasar kaget satu minggu sekali ini akan dapat menyenangkan semua pihak. Pasar kaget bisa di jadikan sebagai ajang wisata kuliner, wisata belanja, wisata cuci mata dan lain sebagainya.
Yaah begitulah kira kira pengalaman saya dan teman saya melapak di pasar kaget di kampung kami. Di satu sisi mengesalkan karena japrem yang gak kira kira, di sisi lain menyenangkan juga karena di sana saya bisa bertemu banyak orang dengan berbagai gaya, membuat saya teringat dengan chorus salah satu lagu milik Frente!,
Accidently Kelly Street
Where friends and strangers
sometimes meet
Accidently Kelly Street
I never thought life could be so
sweet
Sekian.
posted from Bloggeroid