Thursday, June 18, 2015

RUMAH TUSUK SATE

Menurut seorang teman saya yang bukan merupakan ahli feng shui, rumah tusuk sate itu banyak mendatangkan musibah, jadi sebisanya hindarilah. Yaaa gimana yaa.

Rumah saya adalah rumah yang posisinya bisa di sebut tusuk sate bukan tusuk gigi apalagi tusuk jarum, itu mah shin she.
Banyak kejadian buruk yang membuat teman saya tadi makin meyakini kata katanya.
Kejadian miris yang membuat saya sedikit meringis ini biasanya berlangsung di malam hari nan sunyi sepi.

Seperti halnya peristiwa beberapa tahun yang lalu. Malam itu jarum jam baru saja menunjuk di angka 11 tepat, ketika saya di kagetkan oleh suara gubrak yang sangat mencuringhakkan. Begitu keluar rumah, sudah ada sebuah motor yang gogoleran persis di bawah kursi teras. Sebelum mencium kursi, rupanya motor tersebut lebih dulu menghantam pagar sampai coplok dari rangkaiannya, masih untung sih gak sampe anjlok ala kereta Turangga. Penunggang motornya sih gak apa apa, yaa hanya tergores sedikit di bagian tangan dan kaki nya. Tapi pintu pagar dan kursi teras alhamdulillah rusak permanen. Setelah di amati ternyata sang rider yang merupakan anak muda usia 20 tahun an or something itu sedang teler berat. Entah habis nyimeng, menegak miras oplosan atau ngelem aibon, yang pasti dia sedang mengawang awang. Para bapak yang berkerumun pun ogah menolong pemuda yang ternyata mempunyai kakek dan ibu yang berprofesi sebagai guru itu. Beruntung, ada temannya yang merupakan tetangga saya dan sama sama berstatus biang kerok, muncul untuk mengantarnya pulang. Tersaruk saruklah mereka berdua ibarat dua remaja pulang malam mingguan yang kehabisan uang jajan.

Beberapa bulan yang lalu, pintu pagar rumah saya kembali di hajar oleh seorang pengendara motor. Suara knalpot motor matik nya sebelum menabrak pagar terdengar aneh dan menggetarkan gendang telinga. Bak suara gemuruh badai yang belum pernah saya dengar sebelumnya. Begitu di tengok, motor berwarna merah gak jelas itu telah tergeletak pasrah di halaman depan beserta serpihan kaca spion yang berhamburan. Lagi lagi pintu pagar kembali menjadi korban. Alih alih menolong, para bapak yang tiba tiba berkerumun pun malah asik memarahinya. Habis jatuh tertimpa tangga pulak, nasib si bocah tanggung yang terlihat agak teler itu. Kali ini tidak ada yang mengantarnya pulang, persis seperti jelangkung, datang tak di undang pulang tak di antar.

Nah, dua hari yang lalu, di siang hari bolong pagar tembok rumah saya pun ikut bolong. Kasus tabrak lari, hit and run. Tersangkanya sebuah mobil taft hitam. Pengemudinya tentu saja seorang pecundang. Lari tunggang langgang bagai kuda lepas dari kekangan.

Gak hanya motor dan mobil, kuda, becak, sepeda, dan gerobak pun pernah mencium pagar depan rumah saya.
Apakah semua peristiwa di atas adalah karena letak rumah saya yang berupa tusuk sate ?
Bisa ya bisa tidak.
Rumah tusuk sate memang ngagokan kalo kata orang sunda mah, letaknya yang menjeblak diantara dua pengkolan membuat rumah ini menjadi gerbang tol yang sempurna untuk para pengendara lengah.

Emosi jiwa pun melanda ketika semua peristiwa itu baru saja terjadi, sangat manusiawi. Walaupun pada akhirnya diri ini sadar, mungkin semua peristiwa mengenaskan ini adalah sebuah balasan kepada kami yang di suatu masa pernah mengecewakan orang atau bahkan menyakiti perasaan orang lain.
Jadi menerima semuanya dengan lapang dada lebih menenangkan dari pada harus menyangkalnya habis habisan.

Apa yang mang Eddie Vedder bilang ada benarnya :
The sorrow grows bigger when the sorrow's denied.

Jadi saatnya ber whooshaaaaah ria bersama Martin Lawrence.
Whooshaaaaahh ......





posted from Bloggeroid