Tuesday, June 13, 2017

PENERUS MUSIK GRUNGE

Tragis! Mungkin itulah kata yang cocok untuk menggambarkan keadaan para penggerak musik grunge di Seattle sana. Betapa tidak,beberapa dedengkotnya tewas mengenaskan di tangan mereka sendiri ditengah puncak karir yang gemilang. Kebrilianan mereka dalam meramu musik yang berkibar tahun 90-an itu telah dikalahkan oleh ego yang menguasai diri. Popularitas dan jiwa yang rapuh telah mengantarkan mereka ke gerbang kematian yang mereka ciptakan sendiri.

Diawali oleh Andrew Wood, frontman band perintis musik grunge, Mother Love Bone dan Malfunksun yang tewas karena mengkonsumsi heroin. Wood ditemukan dalam keadaan koma. Ia sempat dirawat di rumah sakit dengn mengandalkan alat penunjang kehidupan. Namun karena tak kunjung mengalami kemajuan, akhirnya pada tanggal 19 Maret 1990, para dokter menanggalkan alat penunjang kehidupannya dan Wood pergi untuk selamanya.

Kematian Wood tidak serta merta membuka mata beberapa penerusnya. Ya, betapa popularitas itu sangatlah kejam. Berbagai macam tekanan, baik dari luar maupun dalam diri telah mencabik-cabik jiwa para musisi berbakat ini. Menjadi bagian dari The Big Four of Grunge tidak membuat 3 dari 4 vokalis band-band besar ini berusaha tangguh demi penggemar bahkan hidupnya sendiri.

Empat tahun setelah kepergian Wood, para pecinta musik grunge harus menundukkan kepala untuk kedua kalinya. Seorang vokalis yang telah menjadi simbol dari genre yang lahir di kota Seattle ini ditemukan tewas di rumahnya sendiri dengan luka tembak dikepala dan aliran darah yang terpapar heroin. Kurt Cobain tewas dengan meninggalkan banyak teka-teki. Beberapa teori konspirasi ikut menyelimuti kematiannya walaupun tanda-tanda bunuh diri pun sangat kasat mata. Kepergian frontman dari Nirvana yang digadang-gadang sebagai dewanya musik grunge itu meninggalkan kesedihan yang mendalam bagi semua penggemarnya. Salah satu kutipannya yang ditemukan di surat yang ia tulis untuk terakhir kalinya yaitu "lebih baik padam daripada pudar" sedikitnya telah menunjukkan bahwa popularitas telah membuat hidup ayah dari Frances Bean Cobain itu tersiksa. Ia lebih memilih memadamkan hidupnya, untuk menjadi sosok yang terus dikenang daripada tetap menyala untuk akhirya meredup, memudar dan menghilang.

Tahun 2002, kembali menjadi tahun kelam bagi para penggemar musik grunge. Layne Staley ditemukan tak bernyawa di kondominiumnya karena penyalahgunaan obat terlarang. Ia menggunakan heroin dan kokain secara bersamaan. Kepergiannya yang tak wajar menjadi sangat memilukan karena ia baru ditemukan dua minggu setelah tanggal kematiannya dalam posisi duduk di depan televisi yang masih menyala. Frontman dari Alice in Chains ini tewas pada usia 32 tahun meninggalkan bandnya untuk kemudian diteruskan oleh Jerry Chantrel.

Dua dari ikon The Big Four of Grunge, telah pergi secara tak wajar. Setelah lima belas tahun melewati masa-masa tenang dengan karya-karya dua ikon grunge yang tersisa, tiba-tiba terdengar kabar yang sangat mengejutkan. Chris Cornell ditemukan tak bernyawa Setelah sebelumnya menggantung dirinya di kamar mandi hotel MGM Detroit tempat ia menginap dalam rangkaian tur reuni Soundgarden. Diketahui bahwa Cornell tengah menjalani pengobatan akan gangguan kecemasannya. Obat yang ia gunakan adalah Ativan. Obat yang juga dikenal dengan sebutan lorazepam ini memiliki beberapa efek samping yang cukup menyiksa. Bahkan seseorang dapat menyakiti sampai mengakhiri hidupnya sendiri apabila menggunakan Ativan melebihi dosis yang dianjurkan. Hal inilah yang beberapa waktu kebelakang dijadikan kesimpulan atas sebab kematian sang vokalis Audioslave ini.

Tiga ikon grunge telah pergi untuk selamanya meninggalkan satu-satunya teman seperjuangan mereka, Eddie Vedder. Banyak yang mulai memgkhawatirkan sang pemilik suara golden bariton ini, merujuk pada keadaan rekan-rekan semasanya yang tewas mengenaskan. Namun, kekhawatiran itu sedikit terobati, karena sepanjang karirnya di dunia musik, Vedder belum pernah terindikasi bersahabat dengan obat-obatan. Frontman dari Pearl Jam, band yang telah memasuki tahun ke-25-nya itu hingga kini selalu dalam keadaan sehat walafiat. Kegemarannya akan beberapa olahraga seperti basket dan berselancar sedikitnya telah mempengaruhi gaya hidup sehatnya. Ia menggunakan seluruh energinya untuk musik, dan Pearl Jam adalah buktinya. Band yang hingga hari ini masih terus berkarya dengan line up yang solid. Selain Pearl Jam, pria yang kerap bekerjasama dengan musisi genre apa saja itu pun memiliki proyek solo dan kolaborasi dengan beberapa artis dan band ternama.

Walupun masih ada beberapa musisi pelopor grunge yang masih eksis hingga kini layaknya Dave Ghrol dan personil Alice in Chains, tak serta merta membuat mereka meneruskan warisan yang pure grunge. Maka tak salah rupanya bila Eddie Vedder dan Pearl Jam-lah yang kini menjadi pemegang kunci penerus musik grunge dan diharapkan akan terus menanamkan akar-akarnya dalam setiap nafas lagu yang mereka bawakan.

Ya, semoga saja.

Sekian.

posted from Bloggeroid