Friday, June 28, 2013

NGOBROL SAMA TAS

Beberapa minggu lalu saya sempat ngobrol dengan teman saya si ceuceu tetang tas.  Kata si ceuceu begini :
“Kesel oge nyak boga tas awet teh, dipake wae bosen, rek meuli nu anyar asa teu butuh butuh teuing, da nu eta masih alus, klasik deui modelna jadi teu katinggalan jaman teuing lah, ah jadi serba salah“.  Haha, dilema kitu nyak ceu?
Obrolan dengan si ceuceu ini  mengingatkan saya bahwa  saya masih punya satu misi yang harus  di laksanakan yaitu mencari pengganti tas lama saya yang alhamdulillah harus sudah di pensiunkan.  Tas canvas kesayangan yang telah menemani saya hilir mudik sejak tahun 2001 sampai sekarang ini kondisinya sudah sangat memprihatinkan, nyerempet stadium 7.
Saya jarang banget beli tas, seumur umur saya punya tas jumlahnya masih bisa diitung dengan jari. Kalo si ceuceu kesel sama tas awetnya, saya enggak tuh, saya malah seneng punya tas awet jadi saya gak harus  cape cape nyari wangsit buat beli tas baru yang cocok lahir dan batin.  Saya beli tas karena butuh bukan hanya sekedar ingin.
Saya adalah penyuka tas berbahan dasar dari kain, baik katun, denim, blacu, kanvas atau parasit.  Kain sarung? Ah itu cocoknya cuma buat minggat dari rumah.
Selain itu, tas anyam anyaman etnik juga serigkali memikat hati saya.  Sampe setua gini saya gak pernah punya tas berbahan dasar kulit, baik kulit sapi, kambing, ular atau pun buaya, jenis darat, laut dan udara, kalo pun di rumah ada tas dari kulit, itu pasti kakak saya yang beli :D. 
Koleksi tas saya yang masih ada hingga saat ini, peninggalan jaman kerja dulu adalah 1 hand bag kecil warna putih yang kini warnanya sudah menjadi broken white, 1 shoulder bag warna hitam, dan 1 sling bag warna hitam dua duanya sudah buluk,  semuanya berbahan canvas dan bermerk Buset.  Dulu hanya Buset yang mengerti saya. Apakah kali ini Buset masih mengerti saya?  Kayak nya udah enggak tuh, barusan browsing di salah satu web belanja online, untuk shoulder bag nya, Buset matok harga 299 ribu sedangkan tas multifungsinya mendekati 800 ribu rupiah. 
Saya sempet ngobrol nih sama si Buset :
S : Mana tas 150 ribu mu yang duluuuu, seeeetttt  hiks
B : tahun berapa itu buuuuk
S :  hehe 2001 an
B : setdah, udah 12 taun buk,saingan sama wajib belajar noh. baru harga segitu aja, ibuk ngomel ngomelnya panjang pendek.  Liat dong tu buk duta pariwisata pecinta tas germes, ngenjelelga, nyuci tasnya aja seharga hp android middle end, harus di singapur pulak, harga tas nya coba berapa buk, gak tau kan? Samaaa, atau itu tu si ibuk yang itu, gak punya mobil tapi punya tas seharga mobil, bela bela in naek taksi sembunyi sembunyi ke tempat arisan demi seonggok tas, saya ini harganya cuma setai kuku tas tas itu buk.
S : waduh sorry set ya, bisa mingkem gak ya #mulai kasar#  ngebandinginnya gak kira kira ih, sama tas ngartis en ibuk ibuk entahlah itu, yang punya hobi ngoleksi tas mahil demi harga diri dan setatus sosial, ya gak lepel lah ya :(
B : lha, ibuk ngeselin sih, make sebut sebut saya gak pengertian lagi sama jenis spesies kayak ibuk.
S : ya gimana ya set, saya kan cuman kenalnya sama kamu, itu juga ude syukur alhamdulillah, soalnya cuma kamu yang bisa diajak ngobrol dari hati ke hati, saya takut kalo kamu harganya naek terus dan pindah line, kamu jadi sombong dah, gak mau ngobrol sama saya lagi :p
B : ah ibuk, ntar deh kalo ada diskonan, saya kasih tau dah ya #dasar emak emak biang diskon#
S : woi kedengeran ... kedengeran :p
Ya begitulah kalo lagi kumat, tas pun diajak ngobrol :p
Set ...set ... minggu depan ketemuan yak.
Published with Blogger-droid v2.0.10

Tuesday, June 25, 2013

Stop buying things by Angie Hart

the kettle can't bring
me love not a thing
can't warm my skin or sing like
you
no thing can boil my blood and
sting like you do
someday I'll stop buying things
that don't give me the high
that's missing
there's no room between
they'll never be what was you
no blanket can hold me
no bath plug can stop up this
hole
or control this blue no cup
can catch this spill
stay filled with the feeling of
you
someday I'll stop buying things
that don't give me the high
that's missing
there's no room between
they'll never be what was you
someday I'll stop buying things
like I'll stop missing you
I'll throw everything out of the
door
You must use objects without
hearts just like you
someday I'll stop buying things
that don't give me the high
that's missing
someday I'll stop buying things
like I'll stop missing you
someday I'll stop buying things
like I'll stop missing you
the nightgown I bought
never unwrapped
the planned-for vacations
we never packed
the dryer out-back
the clothes that are wet
even the things
you didn't give me

Angie Hart adalah salah satu musisi favorit saya, setelah frente! bubar, hart bersolo karir dan sempat pula membuat ben duo bersama suaminya bernama splendid.  Stop buying things ini adalah salah satu debut single solo nya.
Suara hart menurut saya adalah suara yang sangat unik, ringan, manja, kekanakan, jernih, dan kadang membuat melow pendengarnya.  Suaranya bisa membuat saya larut dalam lagu lagunya, baik yang berirama ceria maupun yang berirama lambat sedih meretih.
Hart memang tiada duanya.
Published with Blogger-droid v2.0.10

Thursday, June 13, 2013

3 jam di kantor kecamatan

Kantor kecamatan saya adalah sebuah kantor yang terletak di negeri antah berantah bila di ukur berdasarkan jarak yang harus ditempuh dari rumah.  Melewati beberapa kompleks pesawahan dan beberapa perkampungan.  Sepanjang perjalanan dihiasi dengan jajaran pegunungan yang membiru, kali kecil yang mengairi sawah dengan warna airnya yang menghitam terkontaminasi limbah pabrik, gundukan sampah,dan jalan aspal naik turun yang mulai bolong bolong membahayakan.  Oh indahnya pemandangan #singasong.

Beberapa  hari lalu saya melakukan pendataan e ktp di kantor kecamatan tersebut.  Pukul 8.30 belum banyak petugas yang datang, sementara pengunjung sudah menumpuk, dalam hati saya, enak bener jadi pegawe kecamatan, santai tai tai ...
Tak heran ada seorang bapak nyeletuk kesal “ kudu di inpeksi ku jokowi ieu mah“ #haha.

Setelah mengantri yang diisi dengan makan bubur ayam 3 ribu, bengong, online, bbm an, sms an akhirnya sampai juga panggilan merdu petugas kecamatan dengan diiringi asap rokok yang mengepul diudara nan pengap plus sumpek, membuat paru paru berjuang ekstra keras berebut oksigen bersih dengan pengunjung lainnya.

Bagaikan keluar dari mulut harimau masuk ke mulut buhaya, saya pun kembali mengantri di gang sempit menuju ruangan pemotretan yang di huni oleh dua orang petugas pendataan.  Antrian yang tidak teratur membuat suasana mengantri sangat tidak nyaman.  Iseng, saya melihat sekeliling ruangan yang bentuknya di sekat sekat ala back office nya bank.  Ada yang sedang ngobrol santai dengan temannya yang mungkin saja masih kerabatnya, mondar mandir gak keruan,  telponan dengan tema seputar sosmed “eh, dia mah gak berteman sama saya“ busyet dah, merokok sudah pasti, dan beberapa meja yang melompong ditinggal penghuninya.
Sambil menunggu giliran dengan menikmati bau tujuh rupa gak jelas, saya pun mendengar kata kata seorang petugas kepada temannya yang disodori map “yeuh aya nu rek ngajak gelut“ atau “nih, ada yang mau ngajak berkelahi“.  Walhasil ternyata ada seorang warga yang komplen sesuatu dan harus diurus segera oleh petugas yang disodori map tersebut. Memesona sekali kan? Petugas yang harusnya melayani masyarakat dengan baik malah menganggap musuh dan meremehkan masyarakat yang mengadu akibat ketidakbecusan mereka.  Mereka pikir gaji mereka tu turun dari langit apah #emosai jiwa *whoooshaaaaah*

Dan, akhirnya setelah 3 jam mengantri dengan segala tetek bengeknya, saya pun bisa bernafas lega, meninggalkan semua perasaan tak nyaman yang melanda, di suatu kantor kecamatan, di hari selasa.

*salam e ktp yang bikin pusing tujuh keliling sampai miring. 

Eh balik lagi, kabarnya kecamatan saya ini adalah salah satu kecamatan yang paling tidak rapi dalam pendataan e ktp nya.
*yaeyalah, sudah merasakan sendiri.

Published with Blogger-droid v2.0.10

Saturday, June 1, 2013

Seorang teman seorang calo

Sebut saja namanya Wawan, teman saya, profesinya banyak, salah satunya adalah sebagai calo freelance di tanjakan.  Saya lupa sejak kapan saya kenal dengan dia, tapi yang pasti setelah saya bekerja.

Dulu sampai sekarang, calo calo di tanjakan itu banyak ragamnya.  Ada satu yang terkenal, namanya beca, entah kenapa dia disebut beca, apakah karena beroda tiga? ah tentu saja bukan, sejak kapan ada calo beroda tiga, kalo semen baru ada :p

Saya gak kenal dengan beca secara personal, karena beca ini termasuk angkatan calo yang menyebalkan, kerjaannya mabuk mabukan, bila ada anak gadis lewat mulutnya yang belum ditatar itu ngoceh ke sana ke mari, sungguh tak berprigadisan. Memaksakan kehendak kepada setiap orang yang akan menaiki angkot adalah hobinya. Bila sudah begitu ingin rasanya mencukur rambutnya yang bergaya stok on you dengan sekali tebasan.

Ada lagi mister k, sebut saja begitu, bertubuh kecil, hitam, kriting dan bertatto.  Di samping menjadi calo tanjakan, reputasinya sudah tak diragukan lagi sebagai pengkoleksi barang barang orang lain, kerjaannya keluar masuk penjara.  Dan yang agak mencengangkan, profesi terakhirnya adalah menjadi seorang satpam di sebuah komplek perumahan.

Kembali ke Wawan.  Wawan ini adalah calo angkatan tahun 2000 an, baik hati dan tidak sombong tapi entahlah, apakah rajin menabung atau tidak.  Selalu menyapa dengan ramah, senyum nya selalu terkembang.  Bila ada Wawan, menyebrang jalan terasa menyenangkan.  Bapak satu orang anak ini bukan lah calo tetap, kadang dia terlihat mengojek kadang pula berpakaian hijo hansip. 

Dulu, pernah saya terpaksa menumpang ojek nya, ketika menyodorkan ongkos, dia pun menolaknya.  “saya mah lagi gak ngojek“ begitu jawabnya.

Akhir akhir ini, saya tidak pernah melihat Wawan di tanjakan, ngojek ataupun berpakaian hijo hansip. Mungkin dia telah mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dari pekerjaan pekerjaan sebelumnya.  Semoga saja.

#salam pertemanan

Published with Blogger-droid v2.0.10