Monday, February 16, 2015

Yang berbekas dari sebuah siaran radio gmr

Beberapa hari kebelakang saya kerap berbincang dengan salah seorang teman, mengenai salah satu radio di Bandung yang masih setia mengudara hingga saat ini. Dulu, saya gemar mendengarkan radio. Rasanya menyenangkan bisa kirim kirim lagu untuk teman teman walaupun entah ada yang mendengarkan atau tidak.

Minta lagu ke stasiun radio yang banyak pendengarnya itu adalah suatu perjuangan yang sangat heavy pisan pake banget, karena line nya selalu penuh dengan bunyi tut tut tut kuadrat. Menekan tombol redial terus menerus adalah salah satu trik sukses saya.
Tapi pada suatu hari ada suatu kejadian yang membuat saya nyengir. Malam itu saya akan menelpon seorang teman, pencet nomer nya dong, gak mungkin pencet hidung nya, kan jauh. Nah, entah telunjuk saya sedang kesurupan atau telpon saya yang sedang kejailan, yang berbicara di ujung telpon sana, bukan suara teman saya, melainkan suara merdu nan mendayu dari seseorang yang ngakunya dari sebuah radio yang berada di kawasan Jalan Setiabudhi. Omigot, salah pencet kiranya jemari lentik ini. Lalu dengan terkekeh kekeh, saya pun bercerio goodbye dengan sang penyiar bersuara elok itu.

Tak lama kemudian, telpon di rumah berdering, eh ternyata sang penyiar radio tadi yang menelpon. Rupanya perangkat telpon di radio itu sudah canggih atau saya aja yang norak kali ya. Telpon mereka telah di lengkapi caller id, tahun segitu coba, disaat mau pasang telpon PSTN aja harus pake ngantri. Tapi saya curiga radio yang namanya diawali dengan huruf R itu, mungkin gak banyak di mintai lagu oleh pendengarnya, sehingga dengan gak ada kerjaannya, penyiarnya sempet sempetnya menawari orang yang awalnya salah sambung untuk di putarkan lagu. Esoknya dia telpon lagi, dan menanyakan lagu apakah gerangan yang ingin saya dengarkan hari itu, ah, penyiar radio yang sangat baik hati dan tidak sombong rupanya.

Tapi sayangnya radio tadi tidak banyak memutar lagu lagu rock, jadi jarang saya pantengin. Jaman itu, saya lebih sering mendengarkan radio GMR pada gelombang 104,4 FM yang dipancarkan dari kawasan Jalan dr. Hatta No. 15. Radio yang didirikan oleh Alm. Bapak Erwin Sitompul itu adalah satu satu radio yang mengkhususkan diri berada di jalur musik rock, dari garis keras sampai garis putus putus :D.

Nah, dari radio yang banyak memutar lagu lagu demo band band Bandung ini, saya bisa menikmati komposisi musik dari beberapa band dan solois rock lokal yang lagu lagunya masih sangat saya sukai sampai detik ini.

Pas Band adalah salah satunya. Mini album mereka yang berjudul Four through the Sap, adalah mini album berisi 4 lagu yang sangat keren. Here forever adalah salah satu single favorit saya. Album mereka lainnya yang saya sukai adalah In (no) Sensation. Kini bila saya mendengarkan Fountain, War, Red Light Shooter, Never be Lonely sampai Impresi akan selalu membuat ingatan saya selalu melayang kembali ke tahun 90 an.
Dari radio yang pemancarnya pernah tumbang ini pula saya mengenal Sahara, Voodoo, Grass rock, Boomerang, Power Slaves, Slank, Power Metal, Kin, Sket, Plastik, Bunga, Bayou, Kidnap Katrina, Whizzkid, Hengky Supit, Andy Liani, Protonema, U‘camp, Rotor, Suckerhead, Roxx, Puppen dan Jammrock yang kini berganti nama menjadi Jamrat eh Jamrud.

Adalah Pure Saturday, salah satu band indie yang lagu nya sering diputar, band yang mempunyai lagu andalan berjudul Kosong, Desire, Enough dan Coklat itu adalah band yang hingga kini lagu lagunya masih ada di dalam playlist saya.

Tahun 90 an adalah tahun dimana aliran punk mulai merajalela di indonesia. Salah satu grup punk yang dulu eksis dan demo songs nya sering di putar di GMR adalah Sendal Jepit. Lagu lagu mereka sangat mengena di telinga saya, ringan tapi bermakna.

Di radio yang dulu mempunyai program acara bertajuk Sik Sik, Ring My Bell dan Kharisma Persada itu, saya pun kerap mendengarkan lagu demo dari band nya mas Anang yaitu Kidnap Katrina. Lagu yang berjudul “Kekuatan Cinta“ (?) itu di bawakan oleh almarhum keyboardist mereka yang bernama Teguh. Lagu yang sangat indah, karena bukan dinyanyikan oleh Anang Hermansyah :D. FYI, sekarang, lagu ini susah banget di cari, saya ingat dulu pernah merekamnya ke dalam kaset berpita, dan alhamdulillah suara nya melempem karena pitanya kusut :‘(.

Kini, GMR tinggal lah kenangan, tapi bagaimana pun juga radio yang mula nya bernama Young Generation itu akan selalu hidup dalam benak kawula muda di jamannya.









posted from Bloggeroid

Thursday, February 5, 2015

SAVE PRIMATA

Beberapa waktu lalu saya sempat berbincang dengan seorang teman tentang keterlibatannya di dalam sebuah komunitas profauna terutama primata.
Menarik, karena dalam komunitas tersebut, teman saya ini kerap menghadiri berbagai event yang diadakan oleh komunitasnya,seperti kampanye terbuka, edukasi dari sekolah ke sekolah serta napak tilas kembali ke alam, sambil tetap berkampanye, #saveprimata, tentunya.

Nah, kalo ngomongin hewan primata, saya selalu teringat dengan seekor monyet yang mempunyai nama latin Macaca Fascicularis milik seorang tetangga beberapa puluh tahun yang silam. Macaca jantan ini di beri nama yang sangat eksotis yaitu Engkis, dari pagi sampai sore, ia di tempatkan di sebuah pohon jambu batu lengkap dengan rantai yang membelit kakinya sedangkan bila malam tiba,ia akan di bawa pulang pemiliknya untuk dikandangkan di samping rumahnya. Saya dan kakak saya kerap berlagak gila bagaikan sedang menonton pentolan band kesayangan beraksi dengan meneriakan namanya. Bayangkan jarak kami dengan tempat nangkring si Engkis ini kurang lebih 10 meteran, tapi entah karena ia sadar tenar atau karena memang ber IQ lumayan, si Engkis ini selalu memberi reaksi yang sangat ekspresif dan selalu membuat kami terbahak. Dengan lincah ia akan berlari kesana kemari, menggoyang goyangkan pohon dengan kedua tangan atau kakinya ketika kami memanggil manggil namanya. Engkis adalah hiburan gratis.

Si Engkis ini menurut saya adalah jenis monyet yang paling genit dalam kancah perprimataan.
Bila kita memanggil namanya di barengi dengan senyuman ramah, sontak ia akan menaik naikan alisnya secara terus menerus, geli di buatnya. Tapi jangan salah, monyet yang kerap di jadikan pemeran utama topeng monyet ini bisa merasa kesal juga. Ketika kami melewatinya kami kerap memberi nya pisang, niat banget pokoknya bawa bawa pisang. Tapi jangan harap si Engkis langsung bisa memakan nya, oh tidak sodarah, karena kami ini biang kerok tingkat kecamatan. Si pisang ini akan kami tarik ulur bak bermain layang layang, menggoda seekor monyet bener bener gak ada kerjaan. Karena mungkin kegilaan kami mulai tidak bisa di tolerir oleh akal sehat seekor macaca, akhirnya ia pun protes dengan cara selalu membelakangi kami dan tidak mau menerima makanan apapun yang kami sodorkan padanya apalagi menaik naikan alisnya. Ah berdosa hati ini rasanya.
Tak lama dari peristiwa itu, Engkis di bawa pindah majikannya dan terakhir mendengar kabarnya bahwa ia telah wafat.
Itu adalah cerita masa lalu, ketika kami sedang berada di jaman kegelapan.

Teman, bahkan seekor monyet pun memiliki perasaan tak suka bila dipermainkan. Maka bayangkanlah apa yang dirasakan oleh mereka para aktor Topeng monyet yang kerap di beri nama seragam, yaitu “Sarimin“. Bagaimana perasaan Sarimin ketika ia harus mengalami penyiksaan lahir dan batin di saat masa pelatihan berlangsung. Padahal di akhir pelatihan tidak ada pangkat yang disematkan, tidak ada medali yang di kalungkan, tidak ada bonus ketigabelas yang menanti apalagi sertifikasi, hanya ada bayangan masa depan yang suram dan pasti terpatri di dalam hati. Bekerja demi sesuap nasi majikannya. Di sia siakan dengan pemberian makan seadanya. Ia memang kerap berdandan, pergi kepasar, beraksi akrobatis bak anggota sirkus Zaragoza, bergelut dengan dunia otomotif, tapi semua itu semu belaka.

Lalu bagaimana pula perasaan seekor orang utan atau simpanse yang terkurung sendirian di balik terali besi. Sepi tanpa teman, tetangga bahkan lawan. Ia tidak akan pernah merasa sama lagi, lambat laun ia akan mati rasa dan kehilangan jati dirinya.

Lalu bagaimana perasaan primata yang di buru secara membabi buta hanya dikarenakan mengganggu habitat manusia padahal sebelumnya itu adalah habitat milik nya ?

Karena ketamakan dan ketidak pedulian manusia, lambat laun para primata ini akan musnah. Bila ketamakan dan ketidak pedulian itu terus berlangsung, maka janganlah heran bila suatu saat nanti, anak cucu kita hanya akan mengetahui bahwa di suatu masa pernah ada sebuah keluarga bernama primata di bumi ini dari sosok Monkey nya Kungfu Panda, George nya si pria bertopi kuning atau dari teman seperjalanannya Si buta dari Gua Hantu, Wanara.

Mulai hari ini, marilah kita mulai mengasah rasa empati, baik kepada sesama juga mahluk hidup lainnya.

#selamatkan_primata.

Selamat berkampanye positif kawan.

Cc : Mang Herry Ismail.







posted from Bloggeroid

Monday, February 2, 2015

KEEP CALM AND LISTEN TO LINKIN PARK

Seorang teman pernah berkata “grup/lagu rock bagus itu berakhir di tahun 2000, mungkin kiamat sudah dekat“. Dan saya pun terkikik di buat nya.

Maybe yes or maybe no. Sebagian besar penikmat musik rock yang seusia dengan saya mungkin berpendapat sama dengan teman saya itu, karena dulu kami sangat di manjakan oleh musik musik berkualitas di jamannya. Sedangkan grup grup band tua yang masih bertahan hingga kini pun terdengar sudah tidak mempunyai power untuk mengembalikan masa kejayaan mereka. Bagi yang tidak tahan dengan degradasi ketenaran, mungkin apa yang pernah mendiang Kurt Cobain katakan ada benar nya yaitu “lebih baik padam dari pada pudar“, padam untuk selalu di kenang, daripada pudar untuk akhirnya menghilang secara perlahan.

Berdasarkan pernyataan teman saya tadi, mungkin Linkin Park (LP) adalah salah satu grup rock yang yang sedikit menenangkan hati menentramkan jiwa, aih lebay. Album album mereka yang rilis sekitar tahun 2000 an keatas, masih bisa dijadikan penghiburan yang berarti bagi kaum paruh baya seperti saya :p, kiamat masih jauh, teman, kalem sajah. LP yang terbentuk di kota yang sama dengan Hoobastank, yaitu Aguora Hills di tahun 1996 adalah band yang beraliran Nu Metal atau Neo metal, metal yang dibaharukan :D. Menurut primbon musik, nu metal itu merupakan subgenre nya alternatif metal yang di dalam nya terdapat gabungan dari musik metal, hiphop, funk dan grunge. Mendengarkan fry screaming dan growling an nya Chester Benington, rapping nya Mike Shinoda dan utilizing programming dan synthesizers nya Joe Hanh adalah pengalaman mendengarkan musik yang sangat berbeda. Sebenarnya saya sendiri sama sekali kurang suka bila 3 hal diatas berdiri sendiri sendiri, yaitu screaming growling, rap, dan synthesizers. Tapi ibarat adonan kue, bila telah di mix maka menghasilkan sesuatu yang berbeda dan menarik tentunya.

Hybrid Theory adalah album yang saya sukai, album yang rilis tahun 2000 itu adalah album debut yang membawa mereka menjadi band yang dikenal di seantero planet. Semua lagu di album ini dari One Step Closer sampai Forgotten adalah lagu favorit saya termasuk lagu mixing an nya mister Hahn “ cure for the itch“.

Di album Meteora, Numb adalah salah satu lagu favorit saya dengan line yang saya sukai yaitu : “all i want to do is be more like me and be less like you“, selain itu saya juga menyukai somewhere i belong, breaking the habit dan faint. Suara Chester Benington di album ini sangatlah prima. Vokalis yang juga merupakan frontman dari band bernama Grey Daze, Dead by Sunrise dan terlibat di proyek album terakhir Stone Temple Pilots ini, menurut saya adalah salah satu vokalis yang mempunyai warna suara dengan karakter yang kuat.

Ngomongin LP gak akan lepas dari Film nya Michael Bay yang sangat fenomenal, yaitu Transformers. LP adalah salah satu pengisi soundtracks film trilogy yang di bintangi oleh Shia Lebaouf itu. What i‘ve done adalah soundtracks untuk film Transformers 1, dan film ini telah menjadikan single yang berada dalam album Minutes to Midnight ini menjadi lagu yang paling tinggi penjualannya selama karir mereka bermusik.
Di Transformers 2, Revenge of the fallen, LP membawakan single New Devine yang sangat di sukai oleh Michael Bay sang sutradara. Di film yang mana banyak scene pertempuran antara autobots dan decepticons ini, new devine terdengar sangat pas mewakili pergerakan para robot aliens itu.

Dark of the moon, adalah film transformers selanjutnya yang masih melibatkan LP sebagai pengisi soundtraks nya. Kali ini lagu yang di bawakan oleh Chester Bennington, Mike Shinoda, Brad Delson, Rob Bourdon, Dave Farrel, dan Joe Hahn itu terdengar manis tanpa teriakan teriakan yang menjadi ciri khas mereka. Lagu balad berjudul Iridescent yang terdapat dalam album A Thousand Suns ini dibawakan dengan baik oleh Shinoda, di timpali dengan paduan suara seluruh anggota band sebagai backing vocals nya.
Selain Iridescent, Castle of Glass yang berada di album Living Things juga merupakan contoh lagu balad milik LP lainnya. Lagu lagu soft ini membuktikan bahwa LP tidak selalu menyajikan lagu lagu cepat nan keras.

Vokalis kedua LP adalah Mike Shinoda, rapper yang ini gak pake blingbling segede velg becak, gak pake celana melorot bak si slim shady Eminem yang lagi saingan sama Billy joe Amstrong, rapper ini gayanya biasa biasa saja tapi rapping nya rapih, seperti yang bisa di dengarkan di salah satu lagu favorit saya “Burn it Down“, cakep.

Tahun 2014 lalu, LP merilis album bertajuk “The Hunting Party“, album ini di gadang gadang sebagai album yang muatannya kembali ke warna album pertama mereka Hybrid Theory. Until it‘s Gone dan Final Masquerade adalah lagu favorit saya di album ini, nuansa rock nya ngena banget. Di album yang rilis bulan Juni tahun 2014 ini, LP membawa kembali pendengarnya untuk bernostalgia dengan lagu lagu yang feel nya full rock tidak banyak banyak mengandalkan musik eksperimental dan tekno. Ada yang lain di album ini yaitu lagu instrumental full piano dengan melibatkan Tom Morello, gitaris Rage Against The Machine berjudul Drawbar. Selain Morello, ada pula lagu Rebellion yang di dalamnya dilibatkan Daron Malakian nya System of The Down.

Sebagai band yang di besarkan oleh MTV, LP menjadi salah satu band yang mempunyai banyak haters terutama dari kalangan antimainstream. Para haters ini menganggap bahwa musik LP itu tidak berbobot, tidak jelas genre nya, lirik yang berputar di situ situ saja dan vokalisnya hanya bisa berteriak teriak gak jelas. Tapi terlepas dari apapun yang dikatakan para haters nya, LP telah menunjukkan bahwa pendapat para haters itu tidak menggoyahkan kedudukan band mereka di mata para fansnya, itu di buktikan dengan banyaknya hits di akun youtube mereka yang telah menyentuh angka 1 milyar (?) dan menjadi band yang menduduki peringkat ke 15 sebagai band yang banyak di like fanspage FB nya.

Terakhir, mengutip kata kata teman saya, bahwa bila tidak suka akan musiknya, lebih baik jangan didengarkan atau tinggalkan saja sekalian, daripada harus berletih letih menjelek jelekan, capek.
Tapi bagaimana pun juga, berterima kasih lah kepada haters, karena ada yang bilang bahwa “haters make us famous“.

Sekian.






posted from Bloggeroid