Friday, January 13, 2017

BEDA TAPI SATU

Gue merasa geli aja ketika ada orang yang pengennya selalu seragaman dalam bergaul. Dimana aja, dengan siapa, semalam berbuat apa, eh Yolanda itu mah. Maksudnya seragaman dalam hal pemikiran, prinsip, agama, ras, strata sosial, warna kulit, model rambut, penyakit, bau kaki, bentuk alis, merk tas, genre musik, dan lain sebagainya. Gak mau nyatu kalo gak seragam. Gak mau temenan kalo gak seragam. Menutup diri, gak friendly, nehatip thinking, selalu curiga yang akhirnya cuma bisa diem dipojokan, ketap ketip, lirak lirik dan hap lalu di tangkap, ah dasar kau cicak.

Gue gak habis pikir aja sama yang kayak begitu, gimana mau berteman dengan Optimus Prime, Bumblebee, Ironhide atau E.T? Dengan yang jumlah kromosomnya sama aja balik badan maju jalan. Sedih sih mendapati kenyataan bahwa ada yang seperti itu, karena bagi gue, berteman itu gak harus pandang bulu. Cukupi sampai disini penderitaan sang bulu yang telah dicabuti, dipisahkan dengan biangnya, diwarnai, lalu diikat jadi kemoceng.

Hmm, kasian ya sang bulu yang selalu jadi kambing hitam.

Ketika tak satu suku langsung alerhi.
Ketika tak satu agama langsung di curigai.
Ketika tak satu ras langsung undur diri.
Ketika tak satu golongan langsung sakit gigi.

Bagi gue itu sama aja dengan mengingkari penciptaan manusia yang berbeda-beda oleh yang maha kuasa.

Salah satu sahabat terbaik gue adalah seorang protestan tionghoa. Dia adalah salah satu sahabat yang selalu ada buat gue. Mungkin dia gak suka gue bercerita tentangnya, tapi biarlah dunia tahu, bahwa sebuah ikatan persahabatan gak layak untuk dinodai dengan hal-hal yang berbau SARA.

Kami gak pernah bicara menyinggung agama dan suku kami yang sangat berbeda. Karena agama adalah domain masing-masing pribadi. Suku? Ras? Ah jaman apa sekarang? Kuda gigit besi? Lu sama gue tu sama, sama-sama manusia. Sama-sama live under the same sun seperti yang didendangkan Klaus Maine, ketua genk Scorpion. Matahari gue juga matahari lu, kecuali lu hidup di luar tatasurya kita terjebak di lubang cacing yang belum terbasmi sama combantrin.

Sahabat gue yang satu ini penuh dengan toleransi. Gue telat dateng janjian, dia senyumin. Gue ngerjain kewajiban bersyukur kepada Tuhan, dia tungguin. Gue curhat tetek bengek yang gak ada ujung pangkal, dia dengerin. Gue tidur di bis kota, dia ngikutin hihi. Salah satu hal yang selalu gue inget akan sahabat gue ini adalah bagaimana dia membuat gue sadar untuk selalu berdoa ketika akan melakukan sesuatu, misalnya ketika akan makan. Bukan dengan suruhan "Berdo'a dulu sebelum makan, cyiiinn." namun dengan perbuatan.

Gue bersyukur kepada Tuhan karena telah mengirimkan seorang sahabat yang baik, diantara banyak perbedaan. Dengan adanya sahabat dan teman yang beragam, pikiran gue jadi terbuka, gak cupet lagi. Gak hanya bergelung dengan "keakuan" gue.

Sesungguhnya Tuhan menciptakan segala perbedaan di dunia ini agar kita dapat belajar menjadi manusia-manusia yang penuh kasih dan saling menghargai. Karena perbedaan bukanlah untuk di musuhi dan diperdebatkan namun untuk di dekap dalam pelukan hangat kemanusiaan.

Sekian.


<3 My beloved friend, you are one in a million. Thank you for the good 21 years of friendship and still counting.

posted from Bloggeroid

Thursday, January 12, 2017

MARAH

Bila saja marah-marah bisa bikin badan gue kurus kayak si Uus, tiap hari gue bakalan marah-marah terus. Marah karena kenaikan harga barang dan jasa yang masip, pendapatan kurang sip, hp lemot, kuota cekak, usaha jalan ditempat, temen gak pengertian, ayam beri sembarangan, kuda kencing berdiri kucing kencing berlari, de el el, etece. Tak lupa gue juga bakal marah sama hidup gue yang gak seberuntung si A, gak sehoki si B, gak selaba si C, atau gak seprofit si Z.

Tapi untungnya marah-marah malah bikin badan gue ngembang kayak rangginang yang di goreng di minyak panas, hipertensi, gatel-gatel, rorombeheun, aura kelam, wajah asem, jerawatan, ketombean, komedoan, ubanan, di jauhi temen, kastamer, tetangga, bu erte, bu erwe, si abah, si emak, sisiuk dan lain sebagainya. Deretan hal tak menyenangkan tersebut ternyata telah membuat gue siuman kalau marah-marah itu banyak ruginya daripada untungnya, defisit, mana gak dapet gaji ke-13 sama bonus akhir tahun lagi. Widih, siapa gue, pegawai bukan karyawan entahlah. Jauh panggang dari api. Tsaaah.

Dan gue merasa nyaman, suejuk, gemah ripah lohjinawi tut wuri handayani, ketika mendengar fatwa imam besar the ertetigaerweduacicukangplaza yang menyebutkan bahwa bersyukur atas semua yang terjadi dalam hidup adalah salah satu hal yang dapat meredam bom kemarahan yang ada dalam hati, kecuali bomnya C4, itu mah tim gegana yang harus turun tangan.
Dan berpikir positif adalah salah dua cara memampatkan kemarahan, karena bila nehatip haruslah memakai kecemeta mineus, bukan kecemete pleus apalagi kecemete kuda.

Marah-marah memang boleh-boleh saja, namun asalkan ada perlunya. Ah, kalo udah gini, jadi inget sama salah satu lagunya bang Haji yang digubah sedikit oleh pak sekte, seperti dibawah ini :

Janganlah hey marah-marah, kalau tiada artinya
Marah-marah boleh saja, kalau ada perlunya

Kalau terlalu banyak marah
Muka merah tensi menjulang
Kalau sering marah-marah
Segala penyakit akan mudah datang
Darilah itu sayangi badan
Janganlah marah-marah sembarangan.

Sekian dan terima diri.

posted from Bloggeroid

Wednesday, January 11, 2017

HIDUP DAN ANGKA

Hidup itu janganlah di dikte oleh angka, karena sesungguhnya angka adalah domainnya toto gelap. Mengapa harus gelap? Karena kalau Tewel, itu mah gitarisnya Elpamas.
Sekian dan terima gaji.

posted from Bloggeroid