Bila saja marah-marah bisa bikin badan gue kurus kayak si Uus, tiap hari gue bakalan marah-marah terus. Marah karena kenaikan harga barang dan jasa yang masip, pendapatan kurang sip, hp lemot, kuota cekak, usaha jalan ditempat, temen gak pengertian, ayam beri sembarangan, kuda kencing berdiri kucing kencing berlari, de el el, etece. Tak lupa gue juga bakal marah sama hidup gue yang gak seberuntung si A, gak sehoki si B, gak selaba si C, atau gak seprofit si Z.
Tapi untungnya marah-marah malah bikin badan gue ngembang kayak rangginang yang di goreng di minyak panas, hipertensi, gatel-gatel, rorombeheun, aura kelam, wajah asem, jerawatan, ketombean, komedoan, ubanan, di jauhi temen, kastamer, tetangga, bu erte, bu erwe, si abah, si emak, sisiuk dan lain sebagainya. Deretan hal tak menyenangkan tersebut ternyata telah membuat gue siuman kalau marah-marah itu banyak ruginya daripada untungnya, defisit, mana gak dapet gaji ke-13 sama bonus akhir tahun lagi. Widih, siapa gue, pegawai bukan karyawan entahlah. Jauh panggang dari api. Tsaaah.
Dan gue merasa nyaman, suejuk, gemah ripah lohjinawi tut wuri handayani, ketika mendengar fatwa imam besar the ertetigaerweduacicukangplaza yang menyebutkan bahwa bersyukur atas semua yang terjadi dalam hidup adalah salah satu hal yang dapat meredam bom kemarahan yang ada dalam hati, kecuali bomnya C4, itu mah tim gegana yang harus turun tangan.
Dan berpikir positif adalah salah dua cara memampatkan kemarahan, karena bila nehatip haruslah memakai kecemeta mineus, bukan kecemete pleus apalagi kecemete kuda.
Marah-marah memang boleh-boleh saja, namun asalkan ada perlunya. Ah, kalo udah gini, jadi inget sama salah satu lagunya bang Haji yang digubah sedikit oleh pak sekte, seperti dibawah ini :
Janganlah hey marah-marah, kalau tiada artinya
Marah-marah boleh saja, kalau ada perlunya
Kalau terlalu banyak marah
Muka merah tensi menjulang
Kalau sering marah-marah
Segala penyakit akan mudah datang
Darilah itu sayangi badan
Janganlah marah-marah sembarangan.
Sekian dan terima diri.
Tapi untungnya marah-marah malah bikin badan gue ngembang kayak rangginang yang di goreng di minyak panas, hipertensi, gatel-gatel, rorombeheun, aura kelam, wajah asem, jerawatan, ketombean, komedoan, ubanan, di jauhi temen, kastamer, tetangga, bu erte, bu erwe, si abah, si emak, sisiuk dan lain sebagainya. Deretan hal tak menyenangkan tersebut ternyata telah membuat gue siuman kalau marah-marah itu banyak ruginya daripada untungnya, defisit, mana gak dapet gaji ke-13 sama bonus akhir tahun lagi. Widih, siapa gue, pegawai bukan karyawan entahlah. Jauh panggang dari api. Tsaaah.
Dan gue merasa nyaman, suejuk, gemah ripah lohjinawi tut wuri handayani, ketika mendengar fatwa imam besar the ertetigaerweduacicukangplaza yang menyebutkan bahwa bersyukur atas semua yang terjadi dalam hidup adalah salah satu hal yang dapat meredam bom kemarahan yang ada dalam hati, kecuali bomnya C4, itu mah tim gegana yang harus turun tangan.
Dan berpikir positif adalah salah dua cara memampatkan kemarahan, karena bila nehatip haruslah memakai kecemeta mineus, bukan kecemete pleus apalagi kecemete kuda.
Marah-marah memang boleh-boleh saja, namun asalkan ada perlunya. Ah, kalo udah gini, jadi inget sama salah satu lagunya bang Haji yang digubah sedikit oleh pak sekte, seperti dibawah ini :
Janganlah hey marah-marah, kalau tiada artinya
Marah-marah boleh saja, kalau ada perlunya
Kalau terlalu banyak marah
Muka merah tensi menjulang
Kalau sering marah-marah
Segala penyakit akan mudah datang
Darilah itu sayangi badan
Janganlah marah-marah sembarangan.
Sekian dan terima diri.
posted from Bloggeroid
No comments:
Post a Comment