Saturday, November 28, 2015

SEBUAH KARYA SENI TERSEMBUNYI DALAM MEDIA JALAN YANG DI COR ASAL JADI

Pagi ini nyapu jalan, mendapati karya seni yang emejing banget, hasil karya tenaga kontraktor yang memenangkan tender pengecoran jalan. Selama ini saya belum pernah menemukan karya seni kolase yang di jabarkan dalam media cor cor an.
Berbagai material tertanam di sana, ada sobekan kertas katalog salah satu supermarket, dedaunan, plastik kemasan makanan, dan kemasan minuman gelas lengkap dengan sedotannya. Mungkin nanti bakal ditemukan hasil cor cor an berupa karya seni tiga dimensi seperti milik Nyoman Nuarta atau semirip karya seni instalasi nya Isa Perkasa, siapa tahu kan ya?

Tersebutlah sebuah bentuk yang dibuat oleh ban truk di depan Toko si Tante. Bila bentuk seperti itu ada di Pameran karya seni pasti bakal banyak yang mengagumi. Tapi yang ini ada di pinggir jalan, di mana orang, kuda, motor dan mobil hilir mudik tak peduli. Selain gak Indah, hal itu jadi bikin keki pejalan kaki.

Nuasa asal asalan tercetak jelas dari hasil karya para pekerja yang entah darimana asalnya. Ada yang permukaan jalan di tengahnya menjadi lebih rendah dari pinggirannya yang membuat air menggenang dengan sempurna. Ada juga selokan yang ikut ketumpahan semen plus batu kerikilnya. Kerikil kerikil tajam bisa jadi judul film yang bercerita tentang kebobrokan moral, lha kalo yang ini bisa jadi judul apa? Judul acara banjir akibat kebobrokan kerja seseorang? Ah hanya sekedar bertanya saja. *nyontek kata kata pak Aris hihi.

Kabarnya sih, ini hanya permulaan saja, kedepannya semua jalan akan di beton atau sebangsanya. Gak tahu juga lah juntrungannya mau bagaimana, karena sepanjang karir saya gaul sama anak sipil gak pernah ngobrolin bagaimana tata cara bikin jalan yang baik dan benar untuk sebuah desa.

Saya gak tahu pasti, ini proyekan nya siapa? Tapi banyak yang menduga ini adalah kerjaan bupati petahana. Entah dalam rangka menghabiskan anggaran, entah untuk menyambut pilkada. Yang ngeselin nya adalah kenapa baru sekarang di kerjakannya, kala musim penghujan telah tiba. Cor cor an jadi lama kering nya, malah bikin becek daerah sekitarnya. Debu berkumpul secara membabi buta, di tiup angin muson barat aduhai sedapnya.

Hanya satu permintaan dari lubuk hati yang terdalam, bagusin jalan jangan banyak liburnya. Jangan asal asalan bekerjanya, kan uangnya riil, ada di depan mata. Tajong.

Maap, darting.

Sekian, bye.

posted from Bloggeroid

Thursday, November 26, 2015

APA YANG DI TANAM ITULAH YANG DI TUAI

Bos saya dulu hobi banget merekrut karyawan bagian produksi dan turunannya yang berusia sangat muda. Saking belia nya ngelap ingus aja belum bisa. Mungkin, dia merasa iba dengan anak anak putus sekolah itu dan ingin memberikan kehidupan yang lebih bermakna, padahal mah karena bisa di bayar murah aja. Kabar buruknya, upah murah berbanding lurus dengan kualitas kerja. Saya sering di buat bete karenanya. Mereka hanya mampu mencerna satu buah perintah saja, karena bila ada dua apalagi lebih, pasti sisanya bakal lupa. Wajar sih, lha wong otaknya gak pernah diajak berlatih semenjak memutuskan untuk berhenti mengenyam bangku sekolah dan memilih untuk bekerja. Alasan berhenti sekolah klise saja, karena gak punya biaya. Ada salah satu yang sering saya ajak bicara. Bila sedang iseng saya kerap bertanya, mau kerja dimana kalo kira kira kena PHK? Jawabnya mudah saja, mau jadi tukang becak katanya.

Yang malesin nya adalah ketika ia mengeluh karena upah yang di dapat menurutnya tak sebanding dengan tenaga yang di hela. Sedangkan beban hidup semakin merajalela karena ia memutuskan untuk menikah muda. Entah enam atau tujuh belas tahun usianya saat ia dengan bangga bercerita bahwa ia telah meminang seorang dara yang sama belianya, sementara anak lain seusianya sedang giat belajar di bangku SMA. Bila saya tanya kenapa memutuskan untuk cepat menikah, dengan ringan ia menjawab, karena tidak ada kegiatan lain yang bisa dilakukan disamping bekerja. Jadi lebih baik menikah saja, sebagai hiburan ketika bosan dengan rutinitas kerja. Boro boro memikirkan cita cita, sekedar hobi saja ia tak punya.

Awal pernikahan, cerita manis kerap meluncur dari bibirnya. Tapi itu tak berlangsung lama karena selebihnya, curhatannya terdengar sungguh merana. Putra pertama lahir ke dunia, membawa kegembiraan bagi ayah, ibu, besan dan mertua. Persalinannya sedikit berkendala karena sang Ibu muda memang belum cukup usia.

Dengan tambahan satu orang anggota keluarga, tentu saja upah yang di terima bagaikan sesuatu yang hampa. Bukannya giat bekerja dan mencari peluang kerja lainnya, semangat kerjanya malah mengendur beberapa tingkat dari biasanya. Alasannya karena si bos tak jua menaikan upahnya. Bagaimana mau menaikan upah, lha kemampuannya aja cuma segitunya. Etos kerja jangan di tanya, merosot tajam karena semangat kerjanya telah menguap entah kemana, berganti dengan keluh kesah akan kehidupan berkeluarga yang dulu ia kira akan selalu bahagia.

Dua tahun sudah usia putranya ketika ia memutuskan untuk berpisah dengan istrinya. Saya tidak tahu pasti mengapa mereka berpisah. Sang istri pulang kembali ke rumah orangtuanya dengan membawa serta satu orang anggota keluarga. Kakek nenek yang mulanya bangga akan anaknya yang telah memberi mereka cucu akhirnya hanya bisa mengurut dada. Anak yang dulu di nikahkan segera untuk mengurangi beban keluarga, kini malah memberi tambahan daftar biaya. Orang tuanya gak bisa menyalahkan siapa siapa, karena ini semua terjadi atas ijin mereka. Ijin untuk membiarkan anaknya berhenti bersekolah karena alasan ketiadaan biaya dengan akhir yang terasa mengiris dada.

Akhir kata, jadi orang tua dilarang egois dengan mengharapkan lebih dari anak anaknya, bila kewajiban memberi pendidikan yang baik aja masih jadi tanda tanya. Pada dasarnya, apa yang di tanam, itulah yang di tuai.

Sekian.

Nb : paling malesin kalo ada ibuk ibuk yang bilang "Anak saya mah udah laku, udah ada yang mau"
Ish Ish Ish jualan ya? Di jual berapa anaknya? Yang pedes karetnya dua ya?
posted from Bloggeroid

Tuesday, November 10, 2015

HATI HATI BILA MEMBELI BUAH

Tiap kali melewati perempatan Jalan Kopo - Soekarno Hatta, tak terasa mulut ini menganga nyaris ngacay di buatnya. Bukan karena ada yang jual kaos kaki sepuluh ribu tiga, bukan juga karena wangi masakan padang dari dua rumah makan yang berbeda, bukan pula karena melihat pengamen yang sedang ngitung uang di bawah pohon yang terlihat rindang tapi merana. Atau karena melihat kelakuan pengendara sepeda motor yang blingsatan ngibrit saat lampu merah masih menyala, dan bukan pula karena ada pengendara mobil yang gak sabaran, membunyikan klakson tepat ketika lampu hijau baru saja bersua, nu eta mah membuat sayah ngacay hayang nakol.

Yang membuat saya ngacay adalah gerombolan orang yang tengah mengerubuti sebuah toko buah, yang pahibut suasananya, antara ragam buah buahan dan berbagai macam orang yang membelinya.

Bila dilihat dari banyaknya pengunjung, saya menduga pasti harganya murah pisan. Tapi nyatanya, begitu mata ini berhasil berakomodasi dengan baik, harga yang tertera di lembaran dus yang digantung terombang ambing kesana kemari itu, gak murah murah amat. Tapi memang ada beberapa buah yang terlihat di paketkan, tah pasti yang model begini lah yang jadi primadonanya. Padahal bila dicermati, buah yang di paket itu, misalnya satu paket seharga 5 ribu rupiah, bila beli kiloan ya sama saja harganya. Tapi memang gak bisa di pungkiri kedahsyatan dari harga limaribuan itu dalam hal menciptakan kerumunan.

Banyak cara pedagang buah dalam hal menarik pembeli walau caranya kadang bikin kheki. Seperti hal nya yang dilakukan para pedagang buah di sekitaran tegalega. Di setiap gerobak yang mereka pajang tertera harga dengan tulisan sangat badag yang membuat tertarik banyak orang, karena harga yang tertulis di situ memang sungguh mencengangkan. Tapi jangan kaget, bila di akhir acara sang pedagang menyebutkan jumlah nominal yang harus di bayar menjadi dua kali lipat dari harga yang tertera. Karena ternyata di bawah tulisan segede gambreng itu, nyempil sebuah bilangan pecahan, yaitu 1/2. Mau protes, ya gak bisa, kan memang tulisan nya ada walaupun kecil banget. Lain kali kalo lewat tegalega harus bawa kaca pembesar ala Sherlock Holmes, biar gak kena jebakan betmen, supermen, spidermen dan sarupaning konco konconya.

Saya sering melihat pedagang jambu batu merah di pinggir jalan. Di antara gundukan jambu jambunya, ada satu buah jambu yang telah di belek untuk memperlihatkan dalemannya. Warna daging jambu yang telah di buka itu sangat menyilaukan mata. Merah banget sampai bikin mata sepet. Pengennya sih percaya bahwa warna daleman jambu batu merah itu sebegitu indahnya. Tapi kan kerjaan saya menyantap jambu batu merah hasil kebun ayahnya teh titi, dimana merahnya tuh gak se emejing itu. Pengennya sih berpikir positip, mungkin saja varietas nya beda. Tapi sepanjang jalan malah kepikiran, jangan jangan itu jambu di beri olesan semacam pewarna buatan. Soalnya pernah dengar juga sih desas desus yang demikian.

Selain penampakan, hal lain yang bisa membuat seseorang tertarik untuk membeli buah, adalah rasanya. Rasa manis adalah rasa favorit yang membuat seseorang menjatuhkan pilihan untuk membeli buah semisal jeruk, semangka atau mangga. Nah, saya pernah mendengar, bahwa ada buah yang dipaksa menjadi manis oleh penjualnya. Si buah ini di treatment dengan sistim injeksi pemanis buatan yang terbuat dari gula biang ke dalam daging buah yang bersangkutan. Ah ingin manis itu kadang memang menyakitkan. Rasa manis buah yang telah di susupi pemanis buatan itu pasti akan terasa aneh. Bagi yang sering mengkonsumsi buah, sekali cecap saja akan terasa kepalsuannya.

Ada lagi kasus buah impor yang menggunakan formalin dan lilin untuk memberikan efek awet segar kepada buah yang telah di panen hampir setengah tahun sebelumnya. Ternyata formalin telah menyusupi hampir semua lini pangan, dan dilakukan oleh orang orang yang tak bertanggung jawab. Buah yang berkasus seperti ini banyak berasal dari negeri nya Gong Li. Buah buahan yang telah di beri pengawet biasanya tampak segar bugar selalu walaupun tangkainya terlihat telah layu. Selain di beri pengawet, ada juga yang di suntik pewarna buatan, agar warnanya terlihat lebih bikin gregetan. Karena kurang nya pengawasan dan terbukanya kran impor secara membabi buta membuat buah buahan ini bisa masuk negara kita dengan leluasa, dan kadang mengalahkan eksistensi buah lokal yang ada. Banjir buah impor akhirnya membuat buah lokal menjadi anak tiri di negeri nya sendiri.

Akhir kata, selain sayuran, buah buahan adalah jenis makanan yang menyehatkan. Tapi di jaman sekarang ini, bila tidak hati hati dalam memilih dan membeli, kesehatan kita lah yang akan jadi taruhannya.











posted from Bloggeroid

Monday, November 9, 2015

TUTORIAL MELIPAT KANTUNG PLASTIK

Hidup itu indah, jangan di bikin susah, apalagi cuma gara gara keresek.
Jangan biarkan keresek yang awut awutan menguasai pikiran kita. Jadikanlah keresek sebagai motivasi untuk membenahi diri dari segala keruwetan yang ditimbulkannya, haih belibet hihi. Ah, Lidah memang tak bertulang, kata Ermi kulit juga, tak terbatas kata kata alias cuma ngomong di bibir mah gampang, praktek nya? Tetep aja keresek bikin galau.

Setelah menggantung dus tempat keresek di tembok, dan menggulung keresek keresek tak berdosa itu disana, saya masih aja di bikin kesel sama para keresek. Mengapa? Karena, keresek yang di gulung itu jadi kusut dan gak rapi, ketika ada keresek keluar masuk dari dan ke tempat penyimpanannya. Nah, diantara rasa galau yang sangat sambil mendengar rintik hujan yang jatuh mengenai genting rumah tetangga, sereret mata saya melihat sebuah tutorial melipat keresek.
Senangnya hati ini, akhirnya keresek keresek yang menyebalkan itu bisa di atur juga dengan rapi. Selain itu, tehnik melipat keresek ini memudahkan kita dalam menyimpan dan menggunakan kembali keresek keresek tersebut, tanpa harus melalui jalan yang berliku.

Beginilah caranya :
1. Rapikan keresek sesuai bentuknya. Lipat secara memanjang dua kali.
2. Tekuk ujung bawah keresek membentuk segitiga, lakukan terus sampai ke atas.
3. Sisipkan bagian atas keresek ke dalam lipatan yang dihasilkan dari bentuk segitiga tadi.
4. Keresek siap di simpan di tempatnya, untuk dapat digunakan kembali.



posted from Bloggeroid

Thursday, November 5, 2015

TAS SLING DARI KAIN PERCA

Salah satu tempat favorit di rumah kakak saya adalah paviliun nya. Mengapa? Karena di sana saya bisa menemukan banyak sekali tumpukan kain perca sisa konfeksian. Ibarat nya mengaduk aduk barang obralan, gerombolan kain perca itu pun membuat saya betah.

Ada beberapa barang yang telah di hasilkan dari kain perca berwarna warni itu. Bros, pelapis kaleng bekas untuk tempat menyimpan pulpen, baju sampai melapisi busa kursi rotan. Semuanya di buat dengan modal pengetahuan jahitan amatiran.

Nah, kali ini, saya mencoba membuat tas sling kecil sendiri. Kabisaan saya mah sebenarnya hanya membuat tote bag. Dari bekas celana jeans sampai kain ulos. Dulu gak punya mesin jahit, jahit tangan pun jadi, walau karehol dan lama sekali. Beda dengan jahitan tangan simbah yang sangat rapih dalam menjahit semua kebaya kutubaru nya dengan pola yang sama, hanya berbeda kain saja.

Tas ini di buat dengan hanya mengandalkan feeling saja, asal gunting, lipat, dan jahit. Gak pakai pola dan tehnik tehnik menjahit yang ribet. Jahitannya pun agak miring miring, maklum silindris hihi ngeles. Bila sekiranya ada yang terlihat ganjil dengan penampakannya, maka saya bongkar lagi jahitannya. Benar benar gak propisionil pisan. Contohnya, pita polkadot ungu yang berjajar tiga itu, akhirnya saya bongkar lagi, karena setelah di tilik tilik, kok kayaknya pita pita itu tidak berada di tempat yang tepat.

Cintailah tas kita, bukan karena merk nya, bukan karena harganya, dan bukan karena bentuknya, tapi karena isi nya hihi.









posted from Bloggeroid