Banyak sekali kenangan yang terlewati bersama bis yang satu ini. Suka maupun duka :)
Waktu SMA dulu kebetulan lokasinya di lewati 2 trayek bis, ledeng dan dago. Jadi dengan bebasnya saya bisa nangkring di bis mana aja. Tapi karena si armadanya terbatas dan penumpang setianya buanyak tak terhingga *hiperbolll* maka gak jarang dari terminal saya udah harus berdiri.
Dulu tarif bis ini cuman 150 perak, sedangkan untuk tarif langgangan perbulan khusus pelajar tarifnya setengahnya alias 75 perak aja.
Jaman itu masih jarang yang namanya pengamen, pedagang asongan yang masuk di terminal juga gak seheboh sekarang.
Meningkat ke jaman kuliah, trayek yang saya pake tak lain dan tak bukan adalah Leuwi Panjang Ledeng, perjalanan yang cukup panjang kala itu. Jam setengah 6 udah nangkring di terminal, biasanya suka ketemu sama temen kuliah sesama bisser, dengan pojok favoritnya.
Tarifnya kalo gak salah 300 perak, dengan gaya yang lemah gemulai leuwi panjang - gerlong bisa memakan waktu 1 jam an. Di terminal selagi nunggu penumpang lain, para pedagang asongan biasanya naik turun menjajakan dagangannya. Dari cakue jumbo yang wanginya sungguh menggoda sampe penjual peniti, tisue, dkk nya, lengkap ada semua, pokoknya apa sih yg gak ada di atas bis. Bila sore menjelang ketika pulang kuliah, biasanya saya dengan temen seperjuangan dulu bela belain naik angkot ke terminal ledeng demi mendapatkan tempat duduk, yaitu di favourite spot nya bis kesayangan itu. Tapi gak jarang juga di terminal udah banyak calon penumpang lain sehingga kami tetep harus berebut masuk dengan dengan mengerahkan semua daya upaya. Sikut2an, desek2an, sudah menjadi makanan sehari hari. Masih ingat betul dulu, dengan seorang teman berpayah payah berstrategi ria demi masuk duluan ke bis bersaing dengan onggokan penumpang lain, teman saya yang naik duluan, lalu dengan gaya heroik diantara desakan arus penumpang yang mengharu biru, dia mengulurkan tangan dan menyeret saya sedemikian rupa hingga bisa menyibakkan penumpang lain yang berjubel di pintu. Perjuangan yang sungguh menggetarkan jiwa Masih inget dulu saya dimarahin sama pengamen, weudeuh gak banget, mati gaya . Ceritanya gini,saya dengan temen seperjuangan sudah duduk manis di bangku favorit pojok belakang deket pintu. Ketika bis mulai berjalan menyanyilah seorang pengamen dengan suara yang iAllah gak merdu2 amir. Karena saya gak suka dengan suara sama lagunya otomatis ogah banget ngasihnya, ketika sang pengamen ngulurin topinya, says cuek aja, gak ngasih aksi, tapi eee ... tiba2 sang pengamen nyerocos, marah2, ngata2in , mahasiswa sok, bla ... bla ... bla ... hhahahaha ... sampe segitunya tu pengamen akibat gak dikasih. Tapi gapapa, hari itu jadi bikin hari saya menjadi semakin hidup. Nah, untuk bis damri jaman sekarang, banyak sekali yang berubah. Fisik bis yang semakin renta terlihat jelas. Kayaknya dari jaman SMA dulu tu para bis belum diperbaharui, kasian banget ya para mercy tata itu, kayaknya perawatannya minim banget. Kalo hujan, atapnya suka bocor, jendelanya suka macet kalo mau dibuka dan yang lebih parah lagi adalah konfigurasi tempat duduknya. Tempat duduk barisan sebelah kanan yg buat tiga orang itu, dipotong sedemikian rupa, disambung lagi ujungnya tapi si kursi itu malah jadi lebih pendek, yg harusnya untuk tiga orang, jadi untuk dua setengah orang. Jarak antar kursi depan belakang di persempit pulak, dan semua usaha ini adalah buat memperbanyak penumpang yang bisa diangkut sama sang bis ini. Kadang lebih bombastisnya, disediakan kursi kayu yang ditempatkan di lorong bis untuk memaksimalkan penumpang sungguh kreatippp ck...ck...ck Tarif bis sekarang ini 2000 perak, tanpa karcis pulak. Pengamen lebih merajalela, dalam satu kali perjalanan bisa sampe lima pengamen yang tampil. Pedagang asongan lebih variatif dan hilir mudik. Bis Damri, ada yang berubah tapi ada juga yang tidak, yang pasti sebagai angkutan masal, bis Damri masih dirindukan dan dibutuhkan oleh masyarakat banyak. Long live BIS DAMRI :)
Published with Blogger-droid v2.0.6
No comments:
Post a Comment