“si dono doni mah takut sama genk motor“ kata teman saya beberapa waktu yang lalu.
“wiih masak kucing takut juga sama genk motor?“ tanya saya sambil mengelus kepala doni lembut.
“genk motor teh nama kucing, kelakuannya mirip genk motor“ “ooh, suka bawa samurai juga kali yak :p“
Jiaaah genk motor atau kawakami genzai, make bawa bawa samurai segala.
Setiap orang mungkin punya binatang kesayangan nya sendiri sendiri untuk di pelihara, atau pait nya punya kesukaan untuk memandangi dan mengagumi para binatang (itu sebabnya kebun binatang selalu ramai di kunjungi orang). Jangan kalah sama PERSIB dong, mereka aja punya binatang kesayangan “si maung“ aaauuummm.
Binatang kesukaan keluarga saya, adalah binatang kesukaan John Lennon juga yaitu kucing. Ibu saya adalah seorang penyuka kucing, mungkin sudah berpuluh kucing yang tinggal dan pergi, kalo saja kami punya wall of DC, semua nama yang tertera di sana bukan nama veteran perang vietnam tapi nama para kucing. Halaman rumah kami itu ibarat judul salah satu film tempo dulu, Pet Sematary (cemetary) nya Stephen King, hiiiyyy horrooorrr.
Kucing pertama kami adalah si minot, kucing berbulu hitam putih yang sangat lucu, ekornya pendek melengkung, dia tewas dalam suatu kecelakaan mobil, ibu dan kakak saya menangis pilu ketika menguburkan kucing yang hobinya tidur di para para rumah itu.
Lalu dari situ, mulai lah banyak kucing kucing yang bergantian datang ke rumah kami, beberapa saya ingat namanya, ada metal, johny barbier, sukanta, mbok dido, bundel, jegger (yang ini kayaknya punya tetangga deh), robby sugara, wally, otiz, dan nama nama yang sesuai dengan warna dan motif bulu nya masing masing seperti belang, koneng, iteung dkk nya.
Terakhir ini ada kucing nomaden, one big happy family yang sering datang ke rumah untuk singgah, lalu kami namai mereka dengan nama si kumis untuk bapaknya, si emak untuk ibunya dan anaknya yang lucu di namai zorro, adiknya zorro, si koneng tewas mengenaskan di mulut seekor kucing pria besar berwarna kuning yang punya tatapan evil, hanya di karenakan si emak tidak mau menjalin hubungan dengan si kucing pria tersebut, si emak ini kayaknya masih setia sama si kumis tipis hiasan, wajah tampan rupawan #wiih hetty koes endang.
Semua kucing kami adalah kucing lokal atau kampung, belum sekalipun kami mempunyai kucing imporan ala si Garfield yang mempunyai akta kelahiran atau surat silsilah keluarga. Disamping mahal belinya, kami juga gak cukup kuat buat membiayai gaya hidup mereka yang kebarat baratan.
Sebenarnya keluarga kami agak pilihan juga, tiap kucing yang datang dan ingin menetap harus diperiksa gender nya dahulu, bila laki laki boleh stay, jikalau perempuan langsung di kirim ke panti asuhan kucing (nyaris kayak jaman firaun aja yah ckck). Beruntung sekali dari dulu rumah kami dekat dengan para penyedia layanan rumah singgah untuk kucing alias penyayang kucing nomer wahid, jadi bila ada kucing yang tidak kami harapkan kedatangannya kami titipkan di sana. Di tempat tinggal kami yang terdahulu ada rumah Ibu Burkon, wanita keturunan Belanda ini mempunyai satu kamar khusus untuk tidur para kucingnya yang jumlahnya puluhan. Nah, kalo sekarang ini, ada Ibu Iim, rumahnya cukup dekat dengan kami, wanita pensiunan guru ini sangat sayang dengan kucing, vitamin dan obat cacing tidak pernah absen di berikan kepada kucing kucingnya, terakhir kalo tak salah ingat, kami memberikan Si Otiz, karena saat itu saya sedang hamil, dan dokter menganjurkan untuk tidak memelihara kucing karena takut terjangkit virus toksoplasma.
Kami tak suka memelihara yang betina karena sering sekali melahirkan gak cuma dua tapi bisa sampai 4 bayi, repot, mau di KB, bidan andalan gak ada yang mau nerima, biaya sterilisasi kucing belum lama ini di patok di angka 300 ribu rupiah, membuat seorang teman yang ingin mensteril kucing betina nya langsung balik kanan angkat kaki dan dengan pedih menyenandungkan lagu : keluarga berencana sudah waktunya janganlah di ragukan lagi #ngenes.
Eh tapi denger denger, tahun ini pemerintah memberikan pelayanan gratis untuk sterilisasi kucing jantan maupun betina, dengan tujuan menekan populasi kucing yang semakin membengkak bak populasi manusia, ah jadi inget Thomas Robert Maltus.
Kalo ngomongin binatang yang mempunyai marga Felidae dan memiliki gigi berjumlah 30 buah bila telah dewasa ini, membuat saya selalu teringat dengan bang Rhoma, karena salah satu nama kucing teman saya adalah Enjellelga yang kabarnya telah menghilang beberapa bulan lalu. Ah gapapa ris, mungkin lagi sibuk nyuci tas si negara tetangga :p.
Puuusss ... miaaaaawwww.

“wiih masak kucing takut juga sama genk motor?“ tanya saya sambil mengelus kepala doni lembut.
“genk motor teh nama kucing, kelakuannya mirip genk motor“ “ooh, suka bawa samurai juga kali yak :p“
Jiaaah genk motor atau kawakami genzai, make bawa bawa samurai segala.
Setiap orang mungkin punya binatang kesayangan nya sendiri sendiri untuk di pelihara, atau pait nya punya kesukaan untuk memandangi dan mengagumi para binatang (itu sebabnya kebun binatang selalu ramai di kunjungi orang). Jangan kalah sama PERSIB dong, mereka aja punya binatang kesayangan “si maung“ aaauuummm.
Binatang kesukaan keluarga saya, adalah binatang kesukaan John Lennon juga yaitu kucing. Ibu saya adalah seorang penyuka kucing, mungkin sudah berpuluh kucing yang tinggal dan pergi, kalo saja kami punya wall of DC, semua nama yang tertera di sana bukan nama veteran perang vietnam tapi nama para kucing. Halaman rumah kami itu ibarat judul salah satu film tempo dulu, Pet Sematary (cemetary) nya Stephen King, hiiiyyy horrooorrr.
Kucing pertama kami adalah si minot, kucing berbulu hitam putih yang sangat lucu, ekornya pendek melengkung, dia tewas dalam suatu kecelakaan mobil, ibu dan kakak saya menangis pilu ketika menguburkan kucing yang hobinya tidur di para para rumah itu.
Lalu dari situ, mulai lah banyak kucing kucing yang bergantian datang ke rumah kami, beberapa saya ingat namanya, ada metal, johny barbier, sukanta, mbok dido, bundel, jegger (yang ini kayaknya punya tetangga deh), robby sugara, wally, otiz, dan nama nama yang sesuai dengan warna dan motif bulu nya masing masing seperti belang, koneng, iteung dkk nya.
Terakhir ini ada kucing nomaden, one big happy family yang sering datang ke rumah untuk singgah, lalu kami namai mereka dengan nama si kumis untuk bapaknya, si emak untuk ibunya dan anaknya yang lucu di namai zorro, adiknya zorro, si koneng tewas mengenaskan di mulut seekor kucing pria besar berwarna kuning yang punya tatapan evil, hanya di karenakan si emak tidak mau menjalin hubungan dengan si kucing pria tersebut, si emak ini kayaknya masih setia sama si kumis tipis hiasan, wajah tampan rupawan #wiih hetty koes endang.
Semua kucing kami adalah kucing lokal atau kampung, belum sekalipun kami mempunyai kucing imporan ala si Garfield yang mempunyai akta kelahiran atau surat silsilah keluarga. Disamping mahal belinya, kami juga gak cukup kuat buat membiayai gaya hidup mereka yang kebarat baratan.
Sebenarnya keluarga kami agak pilihan juga, tiap kucing yang datang dan ingin menetap harus diperiksa gender nya dahulu, bila laki laki boleh stay, jikalau perempuan langsung di kirim ke panti asuhan kucing (nyaris kayak jaman firaun aja yah ckck). Beruntung sekali dari dulu rumah kami dekat dengan para penyedia layanan rumah singgah untuk kucing alias penyayang kucing nomer wahid, jadi bila ada kucing yang tidak kami harapkan kedatangannya kami titipkan di sana. Di tempat tinggal kami yang terdahulu ada rumah Ibu Burkon, wanita keturunan Belanda ini mempunyai satu kamar khusus untuk tidur para kucingnya yang jumlahnya puluhan. Nah, kalo sekarang ini, ada Ibu Iim, rumahnya cukup dekat dengan kami, wanita pensiunan guru ini sangat sayang dengan kucing, vitamin dan obat cacing tidak pernah absen di berikan kepada kucing kucingnya, terakhir kalo tak salah ingat, kami memberikan Si Otiz, karena saat itu saya sedang hamil, dan dokter menganjurkan untuk tidak memelihara kucing karena takut terjangkit virus toksoplasma.
Kami tak suka memelihara yang betina karena sering sekali melahirkan gak cuma dua tapi bisa sampai 4 bayi, repot, mau di KB, bidan andalan gak ada yang mau nerima, biaya sterilisasi kucing belum lama ini di patok di angka 300 ribu rupiah, membuat seorang teman yang ingin mensteril kucing betina nya langsung balik kanan angkat kaki dan dengan pedih menyenandungkan lagu : keluarga berencana sudah waktunya janganlah di ragukan lagi #ngenes.
Eh tapi denger denger, tahun ini pemerintah memberikan pelayanan gratis untuk sterilisasi kucing jantan maupun betina, dengan tujuan menekan populasi kucing yang semakin membengkak bak populasi manusia, ah jadi inget Thomas Robert Maltus.
Kalo ngomongin binatang yang mempunyai marga Felidae dan memiliki gigi berjumlah 30 buah bila telah dewasa ini, membuat saya selalu teringat dengan bang Rhoma, karena salah satu nama kucing teman saya adalah Enjellelga yang kabarnya telah menghilang beberapa bulan lalu. Ah gapapa ris, mungkin lagi sibuk nyuci tas si negara tetangga :p.
Puuusss ... miaaaaawwww.

posted from Bloggeroid
No comments:
Post a Comment